Translate

Kamis, 24 April 2014

WIRAUSAHA

Pengertian Wirausaha

Pengertian Wirausaha yang dinyatakan oleh Josep Schmpeter adalah Enterpreneur as the person who destroys the existing economic order by introducing new products and service, by creating new forms of organization, or by exploiting new raw material. (Bygrave, 1994; 1)

Jadi menurut Joseph Schmpeter Enterpreneur atau wirausaha adalah orang yang mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang dan jasa yang baru, dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau mengolah bahan baku baru. Orang tersebut melakukan kegiatannya melalui organisasi bisnis yang baru ataupun bisa pula dilakukan dalam organsasi bisnis yang sudah ada. Didalam buku THE PORTABLE MBA IN ENTREPRENEURSHIP diberikan definsi yang lebih luas dari definisi Josep  Schumpeter tadi. Secara lengkap definisinya adalah : Entrepreneur is the person who perceives an opportunity and creats an organization to pursue it (Bygrave, 1994;2)

Dalam definisi ini ditekankan bahwa seorang wirausaha adalah orang yang melihat adanya peluang kemudian menciptakan sebuah organisasi untuk memanfaatkan peluang tersebut. Pengertian wirausaha disini menekankan kewirausahaan meliputi semua kegiatan fungsi dan tindakan untuk mengejar dan memanfaatkan peluang dengan menciptakan suatu organisasi.

Peter Drucker berkata bahwa wirausaha tidak mencari resiko, mereka mencari peluang (David Osborn, 1992; xvi)

Seorang inovator dan wirausaha yang terkenal dan sukses membangun sebuah bisnis besar, umumnya mereka bukan penanggung resiko, tetapi mereka mencoba mendefinisikan resiko yang harus mereka hadapi dan mereka meminimalkan resiko tersebut. Jika kita berhasil mendefinisikan resiko kemudian membatasinya dan mereka secara sistematis dapat menganalisis berbagai peluang, serta mengeksploitasikannya maka mereka akan dapat meraih keuntungan sebuah bisnis besar.
Soeharti Sigit (1980:1) menyatakan bahwa kata ”entrepreuner´ secara tertulis dapat digunakan pertama kali oleh Savary pada tahun 1723 dalam bukunya ”Kamus Dagang” Menurut savary, yang dimaksud dengan ”entrepreneur” ialah orang yang membeli barang dengan harga pasti, meskipun orang itu belum tahu dengan harga berapakah barang (atau guna ekonomi) itu akan dijual kemudian.

Suparman Sumahamijaya (1981; 5) menulis Entrepreneur dan fungsinya yang unik sebagai penanggung resiko, pertama kali dikemukakan pada abad ke 18 oleh Richard Cantilon, seorang irlandia yang berdiam di Perancis yang mengutarakan dalam bukunya, Essai sur la Nature du Commeceen General di tahun 1755 dengan istilah ”entrepreneur. Entrepreneur ini membeli barang dan jasa-jasa dengan harga ”tertentu”. Dengan maksud untuk dijual hasilnya dengan harga yang ”tidak pasti” dimasa yang akan datang. Oleh karena itu, entrepreneur dinyatakan memiliki fungsi pokok yang unik; Penanggung resiko tanpa jaminan, Jadi entrepreneur mengerjakan sebuah proyek dan menanggung resiko dalam pelaksanaannya, terutama dalam resiko keuangan.
Para pembuat teori ekonomi dan para penulis di masa lalu telah menyepakati perkataan entrepreneur dalam arti; mereka yang memulai usaha baru dan yang berani menanggung segala macam resiko serta mereka yang mendapat keuntungannya.
Kedudukan Pelajaran Wirausaha dalam Prespektif Pendidikan Nilai
Pendidikan Nilai adalah suatu proses upaya membantu peserta didik mengekspresikan nilai-nilai yang ada, melalui pengujian kritis, sehingga peserta didik dimungkinkan untuk meningkatkan atau memperbaiki kualitas berfikir serta perasaannya, proses tersebut adalah (1) identifkasi (akulturasi) nilai-nilai personal dan nilai sosial; (2) Inquiry rasional dan filosofis terhadap nilai-nilai tersebut; (3) Respon afektif dan respon emotif terhadap inti nilai tersebut; (4) pengambilan keputusan yang dihubungkan dengan inti nilai berdasarkan respon-respon tersebut.
Pendidikan Nilai mengupayakan seseorang memiliki bentuk kepribadian yang utuh-mantap-produktif atau ”All around people” dalam pengertian seseorang yang paripurna-harmony atau ’Manusia Indonesia Seutuhnya’. Kepribadian utuh-matang-mantap dan produktif dalam konteks kepribadian yang terorganisir, terintegrasi, matang dan normal; aspek afektif, perkembangan intelektual dan sosial volitional dalam pemahaman kajian nilai (agama, budaya yang memayungi nilai kemanusian, nilai IPTEK, nilai politik, nilai seni, nilai kesehatan dan nilai ekonomi) sebagai inti hidup dan filsafat.
Pendidikan pelajaran wirausaha berbasis nilai yang mencakup keseluruhan aspek sebagai alternatif pengajaran atau bimbingan kepada peserta didik agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan, melalui proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan bertindak yang konsisten. Pendidikan pelajaran wirausaha melalui materi dan bahan ajar yang diberikan pada peserta didik, membawa visi dan misi pendidikan nilai pada peserta didik kelas 1, 2 dan 3, sesuai dengan situasi dan kondisi pertimbangan pedagogik-psikologi-keilmuan aturan dari Badan pengembangan Sumberdaya Manusia Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Materi pelajaran wirausaha bagi siswa SPP-SPMA dengan Pengembangan Pelajaran Wirausaha Berbasis Nilai ini melalui cara yang sistematis dan sistemik merupakan upaya alternatif yang diperlukan peserta didik dalam rangka siap menghadapi tantangan globaliasasi, dinamika kehidupan kini dan pada masa yang akan datang.
Dalam era globalisasi yang dipenuhi dengan persaingan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan nilai melalui Pelajaran Wirausaha diperlukan guna menangkal kesemrawutan ”Chaos”  menurut John Briggs & Davis Peat, krisis multi dimensi, manusia memerlukan kematangan moral dan intelektual, kecerdasan intelektual dalam mengkritisi berbagai wacana pemikiran yang muncul kepermukaan, kematangan emosional untuk dapat hidup kooperatif sekaligus kompetitif yang didasarkan atas jalinan sosial yang harmonis, kematangan spiritual sebagai perwujudan, ikatan transendental antara dirinya dengan sang pencipta. Kematangan tersebut dilatih, diajarkan dan dididik melalui Pelajaran Wirausaha dengan model pengembangan Pelajaran Wirausaha berbasis Nilai.
 
Prinsip-prinsip Pembelajaran Nilai
Martorella dalam Djahiri (1992) mengemukakan delapan pendekatan dalam pendidikan nilai atau budi pekerti, yaitu: (a) Evocation, yaitu pendekatan agar peserta didik diberi kesempatan dan keleluasaan untuk secara bebas mengekspresikan respon afektifnya terhadap stimulus yang diterimanya; (b) Inculcation, yaitu pendekatan agar peserta didik menerima stimulus yang diarahkan menuju kondisi siap; (c) Moral Reasoning, yaitu pendekatan agar terjadi transaksi intelektual taksonomik tinggi dalam mencari pemecahan suatu masalah; (d) Value Clarification, yaitu pendekatan melalui stimulus terarah agar siswa diajak mencari kejelasan isi pesan keharusan nilai moral; (e) Value Analysis, yaitu pendekatan agar siswa dirangsang untuk melakukan analisis nilai moral; (f) Moral Awareness, yaitu pendekatan agar siswa menerima stimulus dan dibangkitkan kesadarannya akan nilai tertentu; (g) Commitment Approach, yaitu pendekatan agar siswa sejak awal diajak menyepakati adanya suatu pola pikir dalam proses pendidikan nilai; (h) Union Approach, yaitu pendekatan agar peserta didik diarahkan untuk melaksanakan secara riil dalam suatu kehidupan.
Model adalah sebuah bentuk konstruksi yang dapat berwujud konsep atau maket yang menggambarkan secara lengkap sebuah pemikiran atau gambaran bentuk fisik sebuah benda dalam skala yang lebih kecil. Terdapat empat model pendidikan moral atau budi pekerti yaitu teknik pengungkapan nilai, analisis nilai, pengembangan kognitif moral, dan tindakan sosial (Hers, 1980).
Teknik pengungkapan nilai adalah teknik yang memandang pendidikan moral dalam pengertian promoting self-awarenes and self caring dan bukan mengatasi masalah moral yang membantu mengungkapkan moral yang dimiliki peserta didik tentang hal-hal tertentu. Pendekatannya dilakukan dengan cara membantu peserta didik menemukan dan menilai/menguji nilai yang mereka miliki untuk mencapai perasaan diri.
Model analisis nilai adalah model yang membantu peserta didik mempelajari pengambilan keputusan melalui proses langkah demi langkah dengan cara yang sangat sistematis. Model ini akan memberi makna bila dihadapkan pada upaya menangani isu-isu kebijakan yang kompleks.
Pengembangan kognitif moral adalah model yang membantu peserta didik berpikir melalui pertentangan dengan cara yang lebih jelas dan menyeluruh melalui tahapan-tahapan umum dari pertimbangan moral.
Tindakan sosial adalah model yang bertujuan meningkatkan keefektifan peserta didik mengungkap, meneliti, dan memecahkan masalah sosial. Terdapat empat hal penting yang perlu diperhatikan dalam menggunakan model pendidikan moral yaitu berfokus pada kehidupan, penerimaan akan sesuatu, memerlukan refleksi lebih lanjut, dan harus mengarah pada tujuan (Raths,1965). Model-model tersebut melihat pendidikan moral sebagai upaya menumbuhkan kesadaran diri dan kepedulian diri, bukan pemecahan. Pada dasarnya model pengungkapan nilai berakar pada dialog yang tujuannya bukan untuk mengenalkan nilai tertentu kepada peserta didik tetapi untuk membantu menggunakan dan menerapkan nilai dalam kinerja.
Pendidikan nilai adalah Pendidikan yang mempertimbangkan objek dari sudut moral dan sudut pandang non moral, yang meliputi estetika yaitu menilai objek dari sudut pandang keindahan dan selera pribadi dan etika yaitu menilai benar atau salah dalam hubungan antar pribadi.
Pendidikan nilai sedikitnya akan melibatkan proses-proses seperti yang dikatakan Winecoff (1987:3) sebagai berikut :
a. Identification (somestimes considered as acculturation) of a core of personal and societal values; b. Philosofhical and rational inquiry into the core; c. Affective or emotive respon to the core; d. Decision-making related to the cored based on inquiry and response.
Disimpulkan bahwa penedidikan nilai dapat mengimplikasikan perubahan-perubahan dalam kognisi melalui pengenalan pengetahuan, informasi dan keterampilan baru, juga terdapat perubahan dalam segi efektif yang berhubungan dengan perasaan, sikap dan emosi. Pendidikan nilai berusaha membantu peserta didik ”untuk berubah”, sehingga mereka bertindak dengan cara yang lebih dapat diterima dan lebih produktif baik secara personal maupun sosial. Perubahan yang terjadi dalam bentk perilaku pada individu disebabkan karena diperkenalkannya pada informasi baru yang menyebabkan perubahan dalam dasar-dasar kepercayaan, nilai dan sikapnya.
Kepercayaan yang dimaksud adalah sekumpul fakta atau opini mengenai kebenaran, keindahan dan kebijakan/adil. Sedangkan sikap adalah serangkaian kepercayaan yang menentukan pilihan terhadap objek atau situasi tertentu. Nilai serangkaian sikap yang menyebabkan atau membangkitkan suatu pertimbangan yang harus dibuat sehingga menghasilkan suatu standar atau rangkaian prinsip yang bisa dijadikan alat ukur suatu aksi. Moral adalah serangkaian nilai (standar-standar atau prinsip-prinsip) yang dapat diterima dalam konteks kebudayaan yang berlaku. Sedangkan maksud (intenstions) memperlihatkan tahap komitmen yang dimiliki seseorang kearah pengambilan aksi atau tindakan dengan cara tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar