Pengertian
Wirausaha yang dinyatakan oleh Josep Schmpeter adalah Enterpreneur as the person who destroys the existing economic order by
introducing new products and service, by creating new forms of organization, or
by exploiting new raw material. (Bygrave, 1994; 1)
Jadi
menurut Joseph Schmpeter Enterpreneur atau wirausaha adalah orang yang
mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang dan jasa yang
baru, dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau mengolah bahan baku baru.
Orang tersebut melakukan kegiatannya melalui organisasi bisnis yang baru
ataupun bisa pula dilakukan dalam organsasi bisnis yang sudah ada. Didalam buku
THE PORTABLE MBA IN ENTREPRENEURSHIP diberikan definsi yang lebih luas dari
definisi Josep Schumpeter tadi. Secara
lengkap definisinya adalah : Entrepreneur
is the person who perceives an opportunity and creats an organization to pursue
it (Bygrave, 1994;2)
Dalam
definisi ini ditekankan bahwa seorang wirausaha adalah orang yang melihat
adanya peluang kemudian menciptakan sebuah organisasi untuk memanfaatkan
peluang tersebut. Pengertian wirausaha disini menekankan kewirausahaan meliputi
semua kegiatan fungsi dan tindakan untuk mengejar dan memanfaatkan peluang
dengan menciptakan suatu organisasi.
Peter
Drucker berkata bahwa wirausaha tidak mencari resiko, mereka mencari peluang
(David Osborn, 1992; xvi)
Seorang
inovator dan wirausaha yang terkenal dan sukses membangun sebuah bisnis besar,
umumnya mereka bukan penanggung resiko, tetapi mereka mencoba mendefinisikan
resiko yang harus mereka hadapi dan mereka meminimalkan resiko tersebut. Jika
kita berhasil mendefinisikan resiko kemudian membatasinya dan mereka secara
sistematis dapat menganalisis berbagai peluang, serta mengeksploitasikannya
maka mereka akan dapat meraih keuntungan sebuah bisnis besar.
Soeharti
Sigit (1980:1) menyatakan bahwa kata ”entrepreuner´
secara tertulis dapat digunakan pertama kali oleh Savary pada tahun 1723 dalam
bukunya ”Kamus Dagang” Menurut savary, yang dimaksud dengan ”entrepreneur” ialah orang yang membeli
barang dengan harga pasti, meskipun orang itu belum tahu dengan harga berapakah
barang (atau guna ekonomi) itu akan dijual kemudian.
Suparman
Sumahamijaya (1981; 5) menulis Entrepreneur
dan fungsinya yang unik sebagai penanggung resiko, pertama kali dikemukakan
pada abad ke 18 oleh Richard Cantilon, seorang irlandia yang berdiam di
Perancis yang mengutarakan dalam bukunya, Essai
sur la Nature du Commeceen General di tahun 1755 dengan istilah
”entrepreneur. Entrepreneur ini membeli barang dan jasa-jasa dengan harga
”tertentu”. Dengan maksud untuk dijual hasilnya dengan harga yang ”tidak pasti”
dimasa yang akan datang. Oleh karena itu, entrepreneur dinyatakan memiliki
fungsi pokok yang unik; Penanggung resiko tanpa jaminan, Jadi entrepreneur
mengerjakan sebuah proyek dan menanggung resiko dalam pelaksanaannya, terutama dalam
resiko keuangan.
Para
pembuat teori ekonomi dan para penulis di masa lalu telah menyepakati perkataan
entrepreneur dalam arti; mereka yang memulai usaha baru dan yang berani
menanggung segala macam resiko serta mereka yang mendapat keuntungannya.
Kedudukan Pelajaran Wirausaha dalam
Prespektif Pendidikan Nilai
Pendidikan Nilai adalah suatu proses upaya membantu peserta didik
mengekspresikan nilai-nilai yang ada, melalui pengujian kritis, sehingga
peserta didik dimungkinkan untuk meningkatkan atau memperbaiki kualitas
berfikir serta perasaannya, proses tersebut adalah (1) identifkasi (akulturasi)
nilai-nilai personal dan nilai sosial; (2) Inquiry rasional dan filosofis
terhadap nilai-nilai tersebut; (3) Respon afektif dan respon emotif terhadap
inti nilai tersebut; (4) pengambilan keputusan yang dihubungkan dengan inti
nilai berdasarkan respon-respon tersebut.
Pendidikan Nilai mengupayakan seseorang memiliki bentuk kepribadian yang
utuh-mantap-produktif atau ”All around
people” dalam pengertian seseorang yang paripurna-harmony atau ’Manusia
Indonesia Seutuhnya’. Kepribadian utuh-matang-mantap dan produktif dalam
konteks kepribadian yang terorganisir, terintegrasi, matang dan normal; aspek
afektif, perkembangan intelektual dan sosial volitional dalam pemahaman kajian nilai (agama, budaya yang
memayungi nilai kemanusian, nilai IPTEK, nilai politik, nilai seni, nilai
kesehatan dan nilai ekonomi) sebagai inti hidup dan filsafat.
Pendidikan pelajaran wirausaha berbasis nilai yang mencakup keseluruhan
aspek sebagai alternatif pengajaran atau bimbingan kepada peserta didik agar
menyadari nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan, melalui proses pertimbangan
nilai yang tepat dan pembiasaan bertindak yang konsisten. Pendidikan pelajaran
wirausaha melalui materi dan bahan ajar yang diberikan pada peserta didik,
membawa visi dan misi pendidikan nilai pada peserta didik kelas 1, 2 dan 3,
sesuai dengan situasi dan kondisi pertimbangan pedagogik-psikologi-keilmuan
aturan dari Badan pengembangan Sumberdaya Manusia Departemen Pertanian Republik
Indonesia.
Materi pelajaran wirausaha bagi siswa SPP-SPMA dengan Pengembangan
Pelajaran Wirausaha Berbasis Nilai ini melalui cara yang sistematis dan
sistemik merupakan upaya alternatif yang diperlukan peserta didik dalam rangka
siap menghadapi tantangan globaliasasi, dinamika kehidupan kini dan pada masa
yang akan datang.
Dalam era globalisasi yang dipenuhi dengan persaingan ilmu pengetahuan
dan teknologi, pendidikan nilai melalui Pelajaran Wirausaha diperlukan guna
menangkal kesemrawutan ”Chaos” menurut John Briggs & Davis Peat, krisis
multi dimensi, manusia memerlukan kematangan moral dan intelektual, kecerdasan
intelektual dalam mengkritisi berbagai wacana pemikiran yang muncul
kepermukaan, kematangan emosional untuk dapat hidup kooperatif sekaligus
kompetitif yang didasarkan atas jalinan sosial yang harmonis, kematangan
spiritual sebagai perwujudan, ikatan transendental antara dirinya dengan sang
pencipta. Kematangan tersebut dilatih, diajarkan dan dididik melalui Pelajaran
Wirausaha dengan model pengembangan Pelajaran Wirausaha berbasis Nilai.
Prinsip-prinsip Pembelajaran
Nilai
Martorella dalam Djahiri (1992)
mengemukakan delapan pendekatan dalam pendidikan nilai atau budi pekerti,
yaitu: (a) Evocation, yaitu pendekatan agar peserta didik diberi
kesempatan dan keleluasaan untuk secara bebas mengekspresikan respon afektifnya
terhadap stimulus yang diterimanya; (b) Inculcation, yaitu pendekatan
agar peserta didik menerima stimulus yang diarahkan menuju kondisi siap; (c) Moral
Reasoning, yaitu pendekatan agar terjadi transaksi intelektual taksonomik
tinggi dalam mencari pemecahan suatu masalah; (d) Value Clarification,
yaitu pendekatan melalui stimulus terarah agar siswa diajak mencari kejelasan
isi pesan keharusan nilai moral; (e) Value Analysis, yaitu pendekatan
agar siswa dirangsang untuk melakukan analisis nilai moral; (f) Moral
Awareness, yaitu pendekatan agar siswa menerima stimulus dan dibangkitkan
kesadarannya akan nilai tertentu; (g) Commitment Approach, yaitu
pendekatan agar siswa sejak awal diajak menyepakati adanya suatu pola pikir
dalam proses pendidikan nilai; (h) Union Approach, yaitu pendekatan agar
peserta didik diarahkan untuk melaksanakan secara riil dalam suatu kehidupan.
Model adalah sebuah bentuk konstruksi yang
dapat berwujud konsep atau maket yang menggambarkan secara lengkap sebuah
pemikiran atau gambaran bentuk fisik sebuah benda dalam skala yang lebih kecil.
Terdapat empat model pendidikan moral atau budi pekerti yaitu teknik
pengungkapan nilai, analisis nilai, pengembangan kognitif moral, dan tindakan
sosial (Hers, 1980).
Teknik pengungkapan nilai adalah teknik
yang memandang pendidikan moral dalam pengertian promoting self-awarenes and
self caring dan bukan mengatasi masalah moral yang membantu mengungkapkan
moral yang dimiliki peserta didik tentang hal-hal tertentu. Pendekatannya
dilakukan dengan cara membantu peserta didik menemukan dan menilai/menguji
nilai yang mereka miliki untuk mencapai perasaan diri.
Model analisis nilai adalah model yang
membantu peserta didik mempelajari pengambilan keputusan melalui proses langkah
demi langkah dengan cara yang sangat sistematis. Model ini akan memberi makna
bila dihadapkan pada upaya menangani isu-isu kebijakan yang kompleks.
Pengembangan kognitif moral adalah model
yang membantu peserta didik berpikir melalui pertentangan dengan cara yang
lebih jelas dan menyeluruh melalui tahapan-tahapan umum dari pertimbangan
moral.
Tindakan sosial adalah model yang
bertujuan meningkatkan keefektifan peserta didik mengungkap, meneliti, dan
memecahkan masalah sosial. Terdapat empat hal penting yang perlu diperhatikan
dalam menggunakan model pendidikan moral yaitu berfokus pada kehidupan,
penerimaan akan sesuatu, memerlukan refleksi lebih lanjut, dan harus mengarah
pada tujuan (Raths,1965). Model-model tersebut melihat pendidikan moral sebagai
upaya menumbuhkan kesadaran diri dan kepedulian diri, bukan pemecahan. Pada
dasarnya model pengungkapan nilai berakar pada dialog yang tujuannya bukan
untuk mengenalkan nilai tertentu kepada peserta didik tetapi untuk membantu
menggunakan dan menerapkan nilai dalam kinerja.
Pendidikan nilai
adalah Pendidikan yang mempertimbangkan objek dari sudut moral dan sudut
pandang non moral, yang meliputi estetika yaitu menilai objek dari sudut
pandang keindahan dan selera pribadi dan etika yaitu menilai benar atau salah
dalam hubungan antar pribadi.
Pendidikan nilai
sedikitnya akan melibatkan proses-proses seperti yang dikatakan Winecoff
(1987:3) sebagai berikut :
a.
Identification (somestimes considered as acculturation) of a core of personal
and societal values; b. Philosofhical and rational inquiry into the core; c.
Affective or emotive respon to the core; d. Decision-making related to the
cored based on inquiry and response.
Disimpulkan bahwa penedidikan nilai dapat
mengimplikasikan perubahan-perubahan dalam kognisi melalui pengenalan
pengetahuan, informasi dan keterampilan baru, juga terdapat perubahan dalam
segi efektif yang berhubungan dengan perasaan, sikap dan emosi. Pendidikan
nilai berusaha membantu peserta didik ”untuk berubah”, sehingga mereka
bertindak dengan cara yang lebih dapat diterima dan lebih produktif baik secara
personal maupun sosial. Perubahan yang terjadi dalam bentk perilaku pada
individu disebabkan karena diperkenalkannya pada informasi baru yang
menyebabkan perubahan dalam dasar-dasar kepercayaan, nilai dan sikapnya.
Kepercayaan yang dimaksud adalah sekumpul
fakta atau opini mengenai kebenaran, keindahan dan kebijakan/adil. Sedangkan
sikap adalah serangkaian kepercayaan yang menentukan pilihan terhadap objek
atau situasi tertentu. Nilai serangkaian sikap yang menyebabkan atau
membangkitkan suatu pertimbangan yang harus dibuat sehingga menghasilkan suatu
standar atau rangkaian prinsip yang bisa dijadikan alat ukur suatu aksi. Moral adalah serangkaian nilai
(standar-standar atau prinsip-prinsip) yang dapat diterima dalam konteks
kebudayaan yang berlaku. Sedangkan maksud (intenstions)
memperlihatkan tahap komitmen yang dimiliki seseorang kearah pengambilan
aksi atau tindakan dengan cara tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar